Visi 2020 UGM menjadi universitas penelitian bertaraf internasional yang berorientasi kepada kepentingan rakyat berdasarkan Pancasila.
Akhir-akhir ini sering terdengar berita bahwa pendidikan Indonesia secara umum adalah yang terburuk di Asia Tenggara. Khususnya, dalam dunia pendidikan tinggi, hasil survei majalah Asiaweek yang memperlihatkan bahwa universitas-universitas terbaik kita itu ternyata tidak mampu mencapai peringkat 60 terbaik di Asia. Indikasi dari ketertinggalan mutu pendidikan tinggi kita diperlihatkan antara lain pada kenyataan tingginya angka pengangguran lulusan perguruan tinggi dalam negeri. Minimnya tenaga sarjana lulusan dalam negeri yang menduduki jabatan manager dan konsultan pada perusahaan-perusahaan swasta di Indonesia.
Banyak orang tua yang mengirimkan anaknya untuk belajar ke universitas luar negeri. Dan minimnya karya-karya ilmiah yang bertaraf internasional yang ditulis oleh staf pengajar perguruan tinggi Indonesia.
Apakah mungkin peningkatan mutu dapat dicapai sambil meratakan kesempatan belajar di perguruan tinggi? Ini adalah satu dilema khususnya bagi perguruan tinggi BHMN: UI, ITB, IPB, dan UGM. Peningkatan mutu pendidikan tinggi memerlukan biaya ekstra. Untuk meningkatkan mutu akademiknya, sebuah perguruan tinggi perlu membangun badan-badan baru dalam lingkungan manajemennya, misalnya Badan Penjaminan Mutu Akademik, Senat Akademik, Badan Audit Keuangan, Tim Monitoring dan Evaluasi, Panitia Audit Akademik, dst. Semua badan ini memerlukan personil baru, kegiatan baru, fasilitas baru.
Ini artinya biaya ekstra yang tidak ada selama ini. Semua ini belum termasuk kegiatan penyusunan kebijakan, norma, peraturan, petunjuk baru yang akan dilaksanakan oleh unit-unit pelaksana akademik seperti fakultas, departemen, dan program studi. Pokoknya, peningkatan mutu akademik harus dimulai dengan program institution building dan corporate culture building, yang memerlukan biaya ekstra. Semua kegiatan di atas kini sedang dijalankan oleh empat universitas BHMN.
Dari mana semua biaya ini akan dicari oleh perguruan tinggi? Sebagian terbesar tentu dari mahasiswa. Dukungan dana dari pemerintah sudah dipangkas. Karena itu sebagai konsekwensinya perguruan tinggi yang bermutu perlu menaikkan uang kuliahnya. Sementara itu kebijakan menaikkan uang kuliah adalah sebuah kebijakan yang tidak populer. Setiap kali uang kuliah dinaikkan, khususnya di perguruan tinggi negeri, mahasiswa langsung bereaksi keras. Mereka berpikir kritis, meskipun lebih dikuasai oleh pertimbangan emosional.
Kompetensi lulusan merupakan kombinasi pengetahuan, keterampailan, kemampuan, dan sikap lulusan. Berbagai aspek yang dipandang akan berguna bagi mahasiswa untuk melaksanakan tugas dalam masyarakat itu diperolehnya selama kuliah. Jaminan mutu mengupayakan agar lulusan UGM mampu berkomunikasi, belajar mandiri, menguasai manajemen dan bisa bekerja dalam tim atau organisasi. Juga berfikir tajam dan dapat memanfaatkan teknologi informasi untuk memecahkan persoalan di hadapannya, persoalan moral dan wawasan kebangsaan tidak luput dari perhatian. Tujuannya agar lulusan UGM memahami dan menghargai perbedaan budaya, nilai, pandangan, agama, dan kepercayaan. Juga memiliki jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship.
Evaluasi merupakan salahsatu komponen utama dalam sistem penjaminan mutu. Komponen itu berfungsi untuk menjamin pelaksanaan kegiatan pembelajaran telah sejalan dengan tujuan pendidikan. Audit diperlukan dalam konsep penjaminan mutu perguruan tinggi, untuk memperoleh obyektifitas tinggi terhadap temuan-temuan yang perlu diperbaiki melalui evaluasi diri. Dengan sistem tersebut, obyektivitas monitoring dan evaluasi yang bersifat internal sekalipun bakal tetap terjaga. Setiap 5 tahun sekali, program studi atau fakultas dapat mengundang evaluator eksternal. Baik berupa badan akreditasi maupun penguji eksternal. Tujuannya untuk mendapatkan pengakuan eksternal tentang terjaminnya mutu penyelenggaraan fakultas atau program studi di UGM.
Landasan Inovasi, strategi dan jabaran dalam kegiatan implementasinya dijelaskan Pak Djarwadi sebagai berikut: (i) Inovasi program antara lain: ‘to bring local culture to enhance global vision’, RAISE-LEAP, Critical Mass, Leadership, Transfer of Values, Participation, Local Culture, Global Vision, Creativity and Innovation, Culture and System Development, Entrepreneurship. (ii) Inovasi dalam strategi diantaranya: membentuk ‘critical mass’ yang mengarah pada “culture and system development” , pengembangan tradisi inovasi dan learning organization yang memperhatikan “culture and political climate”, dan standar komptensi lulusan S-1 yaitu knowledge, skill, and attitudes sesuai kebutuhan masyarakat dengan nilai tambah berupa jiwa dan kemampuan kepemimpinan, disertai transfer nilai-nilai IPTEKS, kemanusiaan dan kebangsaan.
Inovasi Kegiatannya meliputi: (i) SDM: Success Skill, kegiatan ini membekali mahasiswa dengan hal-hal untuk membentuk karakter lulusan yang berjiwa kepemimpinan, bermoral, dan berintegritas tinggi, melalui penumbuhkembangan 3 pilar ketrampilan: learning, thinking dan living. Semua itu didahului dengan studi nilai yang perlu ditransfer, serta pelatihan experiential learning bagi dosen selaku fasilitator pembelajaran. (ii). Sistem: Manajemen Mutu Pembelajaran, yaitu kegiatan mempersiapkan sistem yang digunakan sebagai wadah dari berbagai peningkatan SDM, yang meliputi sistem penjaminan mutu dan sistem informasi. (iii). Enhancement: Pengembangan Inovasi, merupakan aktivitas menumbuhkan budaya kreatif agar lebih relevan, produktif dan efisien dalam berkarya, dengan sasaran dosen, karyawan dan mahasiswa. Hal ini diharapkan mendorong terjadinya trickle down effect ke seluruh populasi dengan kegiatan kompetisi serta diseminasi inovasi. (iv) Penanganan khusus: Merupakan pemberdayaan Mahasiswa Berprestasi, merupakan proses pembibitan regenerasi pemimpin yang diterapkan pada mahasiswa berprestasi, melalui kegiatan Grup diskusi, ekshibisi, workshop, Pelatihan khusus manajemen kepemimpinan, Leadership Camp dan Kuliah Kerja Nyata Tematik.
Jika kita tarik pada konsep dasar pendidikan bahwa pendidikan sendiri adalah proses { sadar } Pengubahan pikiran, sikap, dan perilaku seseorang atau kelompok menjadi lebih manusiawi melalui pengajaran dan latihan. Jika hal ini dibenturkan dengan kenyataan diatas, akan sangat bertentangan karena jaminan mutu disini diartikan adalah sebuah liberalisasi { pendidikan sebagai ajang kompetisi dalam masyarakat=pasar, pendidikan yang dilembagakan dilakukan seumur hidup dengan konsep androgogy, training - training } sehingga seterusnya akan terjadi pelanggengan status quo, yang kaya tetap memperkerjakan yang miskin sebagai buruh atau tani dan yang miskinpun tidak mungkin dapat mengakses pendidikan karena parameter ekonomi tidak mampu mereka tembus.
Begini saja, ambil contoh sebuah realitas sekarang, seseorang jika ingin dapat PT/ PTN terbaik dapat akses dari SMU / SMUN terbaik, SMU terbaik dapat diakses oleh SMP terbaik, bahkan SD terbaik atau TK terbaik, sedangkan kita tahu TK pun bersaing dan bayarnya bisa sampai ratusan ribu rupiah. Bagimana mungkin orang miskin atu pemerataan seluruh daerah untuk akses pendidikan dapat dipenuhi.
Jika jaminan mutu akan memberikan jaminan kepada mahasiswa untuk mempertinggi kecerdasan intelektual, kreativitas maka kurikulum mestinya bersifat eksperimental, seorang mahasiswa dengan basis keilmuan masing – masing akan dibenturkan dengan realitas, maka sistem pengajarannyapun harus di rubah orientasi. Bukan lagi central dosen tetapi central mahasiswa dengan berbagai metode dan inovatif serta sarana yang mendukung, misal tempat santai untuk berdiskusi, memperbanyak kajian – kajian yang temanya dari realitas. Konsep – konsep klasikal, training – training tertentu bukanlah sebuah sistem yang dengan mudah dapat memproduksi SDM menjadi jaminan mutu, mahasiswa memiliki waktu 24 jam, jika kita lihat sejarah pendidikan kita pada waktu dulu, pesantren adalah pendidikan nonformal yang menjadi ancaman bagi Belanda waktu itu, karena 24 jam waktu atau sepanjang waktu adalah iklim akademisi. Bagaimana dengan sistem yang ada sekarang, seharusnya dosen memotivasi mahasiswa sebagai orang yang tahu dan dewasa { pedagogy }, menumbuhkan iklim mahasiswa sentris, sistem SKS berikut kuliah dengan tugas atau praktikum cukup seimbang, tidak memberati mahasiswa. bagaimana motivasi atau keinginan belajar ini dapat nyaman sehingga dalam ujian yang terjadi adalah sistem kebut semalam.
Kesimpulan:
Jaminan mutu bukanlah parameter kelayakan produksi sumber daya manusia, tetapi lebih pada aspek humanis ideologis yang mengacu pada kesadaran untuk mau dan mampu berkreativitas, Paradigma ‘think globally act locally’ yang selama ini berlaku di organisasi, yang coba dikembangkan UGM dengan memberikan nilai tambah menjadi ‘to bring local culture for enhancing global vision’. Jaminan mutu bisa mengacu pada ruang ini, tidak terkesan pemenuhan kebutuhan pasar dalam liberalisasi tapi sebuah gagasan besar yang mampu diterapkan dalam kurikulum eksperimental, silabus, materi,dosen, metode, sarana, suasana saat pembelajaran bertolak dari realitas yang akan memproduksi manusia yang bebas dari ketermarjinalannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar