Like this ?

Kamis, 18 Agustus 2011

ada apa dengan sekolah SIT

Generasi Kreative, berkarakter dan berakhlak, Bagaimana caranya?
Lebih dekat dengan dengan sekolah SIT bersama Sukro Muhab
Bontang, 9 Juli 2011
Pada hari Sabtu, 9 Juli 2011 pukul 13.00 – 17.00 di Hall Aula SDIT Asy Syaamil, Bontang Kedatangan tamu dari Jakarta yaitu Drs. Sukro Muhab, M.Si selaku ketua JSIT (Jaringan Sekolah Islam Terpadu) Pusat yang menginduki kurang lebih 1623 SIT Sekolah Islam Terpadu  dari TKIT,SDIT,SMPIT sampai SMAIT se –Indonesia.  Termasuk TKIT Qurrota A’yun, SDIT Asy Syaamil dan SMPIT Daarul Hikmah Boarding School didalamnya yang menjadi satu – satunya sekolah IT di Bontang yang tergabung dalam JSIT.
Selain Silaturahim Bapak Sukro berbicara lebih jauh lagi dengan konsep sekolah SIT, acara diikuti kurang lebih 50 orang staf pengajar yang tergabung dalam Yayasan KPI Asy Syaamil tersebut. Dimulai dengan presentasi antusiasisme sekolah2 yang ingin bergabung dalam SIT se- Indonesia dan optimismenya generasi yang  creative, berkarakter dan berakhlak yang mampu diwujudkannya. Mencetak generasi yang creative dipilih terlebih seperti yang dicontohkan oleh Negara Jepang, pendidikan disana lebih mengutamakan kreativitas terlebih dahulu baru melakukan proses belajar membaca, menulis dan berhitung, contohnya pada anak usia TK dijepang diajari Origami (melipat kertas ) terlebih dahulu untuk memunculkan kreativitasnya, jika berhubungan dengan ilmu alam anak didik dengan menanam, sehingga hasilnya yang terlihat  seseorang bekerja akan selalu muncul kreativitasnya.  Tantangan abad 21 pendidikan yang memunculkan kreativitas mengarah kepada pembelajaran yang tidak hanya menyeleseikan soal tetapi menyeleseikan persoalan.
 Pendidikan  yang diberikan sekarang seringkali terjebak pada nilai yang diukur dari rumus – rumus dan soal – soal, tetapi tidak menjawab persoalan yang terjadi disekitarnya. Lebih lanjut beliau menerangkan tentang bagaimana orang Jepang dapat menciptakan alat, meskipun mereka tidak mempunyai bahan bakunya, karena didalam pendidikan mereka selalu mengutamakan problem solving yang mungkin  sangat dibutuhkan untuk generasi sekarang.  “seperti itik meninggal karena kehausan dipinggir sungai atau sawah yang banyak  padi atau makanannya “ perumpamaan yang beliau ungkapkan menggambarkan  bagaimana proses pembelajaran di Negara kita. Proses membaca, menulis, menghitung dan menghafal itu hanya tool sedangkan kuncinya ada pada kreativitas sebagai sarana.
Pendidikan kreative tidak cukup dengan instruksional dengan memberikan instruksi atau perintah yang jelas kepada anak didik, tetapi soal – soal itu langsung pada  masalahnya, sehingga anak didik terbiasa menyeleseikan  persoalan karena mereka mempunyai  keharusan untuk meng-create sesuatu.
              Kemudian pendidikan bekarakter  dan berakhlak itu menjadi penting, karena pada kenyataannya intelektualitas tinggi tanpa memiliki karakter dan akhlak yang mulia pendidikan tidak membawa kemajuan peradaban manusia. “ seperti kita tahu saking kreativenya wisma Atlit yang sedang dibangunpun, belum jadi bahkan digunakan sudah terindikasi korupsi, atau bahkan creative memalsukan  surat meskipun tahu bagaiman hukumnya” penjelasan berbagai masalah karakter dan akhlak. Pemerintah SBY tahun 2009 menggembar-gemborkan  pendidikan karakter, tetapi  belum menjelaskan bagaimana mengukur pelaksanaan pendidikan karakter ini. Kenyataannya tidak identik antara prilaku dan nilai. Dalam konsep SIT  akan memberikan proses pendidikan yang menyeluruh untuk membentuk manusia yang holistic yang  yang memunculkan seluruh potensi akademik, potensi social, potensi fisik, potensi emosi , potensi kreativ yang dibingkai dalam dasar potensi spiritualitas.
Contoh – contoh bagaimana cara mendidiknya akan dibahas dalam seminarnya besok pagi,  salahsatunya ialah tauladan dari guru sendiri, misalkan seringkali kita melihat guru memberikan deadline  kepada siswa tentang  tugas atau PR, siswa sudah berusaha tepat waktu tetapi tidak sedikit dari guru tersebut menunda untuk mengoreksinya, guru berhak  sewaktu – waktu untuk mengoreksi, selain itu seringkali ketidak konsistenan itu muncul dengan memberikan peraturan yang sepihak, seperti murid tidak boleh masuk kelas jika terlambat lebih dari 10 menit, sedangkan jika guru terlambat? Kembali lagi kepada problem solving  tugas atau PR itu menjadi hal yang wajib bagi siswa untuk memberikan latihan  kepada anak didik untuk terbiasa produktif terhadap waktu, tetapi masalahnya jenis PR atau tugas lagi – lagi terjebak pada soal – soal yang tidak memecahkan persoalan hanya memecahkan soal, “disekolah sudah diterangkan soal, kemudian LKS menyeleseikan soal, masa pulang membawa tugas berupa soal?” lanjutnya. Guru harus berani memberikan tugas berupa lembar obvervasi, lembar wawancara, atau produk- produk  yang harus dibuat. Selamat berjuang guruku, harapan itu masih ada! Harapan yang disampaikan Bapak Sukro ketua JSIT Pusat  sekaligus direktur PP-IPTEK ( pusat peragaan IPTEK ) TMII Jakarta.


Rofiah, ST Staf pengajar SMPIT Daarul Hikmah Boarding School